Jumat, 03 Maret 2017

Melihat Rumah adat Tanean Lanjhang di Cermee

Sudah Sangat Jarang, Bisa Dibuat Wisata

TANEAN Lanjhang adalah permukiman tradisional Madura. Karena mayoritas pennduduk Bondowoso Madura, pembangunan rumah adat itu dahulu banyak mewarnai Bondowoso. Namun saat ini sudah semakin jarang. Banyak masyarakat yang mengganti model rumah. Namun tidak bagi Andre Sekeluarga. Keluarga asal Desa Ramban Kulon, Cermee itu tetap mempertahankan rumah adat tersebut hingga saat ini. SHOLIKHUL HUDA

SIANG itu, beberapa warga baru saja pulang dari sawah. Ciri khas memanggul cangkul dan membawa sabit tergambar jelas saat itu. Perlahan-lahan dia menuju salah satu rumah yang berjajar-jajar dan berhadap-hadapan. Selanjutnya orang tersebut meletakkan peralatannya itu dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badan.

Pemandangan lain ada di rumah satunya. Dua orang tua yang sudah berusia kakek-nenek duduk dikursi yang berada diteras rumah itu. Mereka bersantai menikmati hari tua. Di sisi lain, kondisi yang ramai terlihat di sebuah rumah yang berada disisinya. Rumah ini adalah milik keluarga Andre Mustofa. Di rumah ini kebetulan sedang ada lagi banyak tamu yang sengaja berkunjung.


Berbagai suasana itu tergambar ketika seseorang berdiri disatu titik, yakni ditengah pelataran rumah berdesain Tanean Lanjhang. Rumah ini adalah rumah adat Madura.

Tetap Dijaga karena Cinta Sejarah

Bentuknya seluruh rumah dibuat berhadap-hadapan. Sementara ditengah-tengahnya ada musalla.

Andre yang merupakan alumnus sejarah UIN Sunan Kalijaga Jogja itu sengaja merawat rumahnya agar tetap asli. Selain posisi berbagai rumah tidak di ubah, dia juga mempertahankan bangunan yang delapan puluh persennya dari kayu."Kami disini adalah sekeluarga, jadi satu deret ini adalah keluarga,"ungkapnya menjelaskan. Hanya saja keluarga lainnya ada yang diubah menjadi bangunan tembok, namun posisinya tidak diubah, tetap berhadap-hadapan.

Adanya upaya untuk mempertahankan bangunan itu, katanya, tidak lain karena dia cinta sejarah. Sebab saat ini sangat sulit mendapati rumahmodel seperti itu.

Bahkan dia sudah memantau sampai dari Pulau Madura, jika model rumah mayoritas bangunan baru tidak lagi model Tanean Lanjhang.

Sehingga ketika sudah sangat sedikit jumlahnya, keberadaannya pastilah sangat dirindukan. Hal itu bisa menjadi embrio adanya tujuan wisata. Jika di Cermee, bisa jadi satu paket untuk rest area para wisatawan yang ingin ke Batu Susun Solor."Bisa jadi alternatif penginapan, sebab kondisinya masih asyik,"ungkap aktifis GMNI tersebut.

Andre menjelaskan, Tanean Lanjhang adalah Permukiman tradisional Madura. Didalamnya merupakan kumpulan rumah yang terdiri atas keluarga yang mengikat satu sama lain. Satu kelompok rumah terdiri atas 2 sampai 10 rumah, atau dihuni sepuluh keluarga yaitu keluarga batih yang terdiri dari orang tua, anak, cucu,cicit dan seterusnya. Jadi hubungan keluarga kandung merupakan ciri khas dari kelompok ini.

Muhlis, salah seorang keturunan Madura mengungkapkan, Tanean Lanjhang adalah identitas. Dimana berdasarkan adat Madura, jika seorang pria yang menikah, maka dia membawa barang. Dan jika seorang perempuan, maka dia menerima."Sehingga ketika ada deret Tanean Lanjhang, bisa jadi anak-anaknya adalah perempuan semua,"akunya.

Namun memang tidak semua seperti itu. Bisa jadi memang antar saudara dalam keluarga ini mengiginkan berkumpul. Sehingga rumah mereka menjadi satu namun berbeda dapurnya saja."Ibadahnya di Musalla yang ada di pinggir tengah,"ujarnya.

Andre menambahkan, dahulu rumah model seperti itu sangat banyak. Yakni di daerah Bondowoso dan Situbondo. Namun memang saat ini sudah sangat jarang dijumpai."Karena paradigma masyarakat sudah berbeda, sehingga keberadaan rumah model seperti ini menjadi menarik,"terangnya.(wah)
Sumber: Jawa Pos Radar Ijen, 25 Februari 2017
disalin kembali oleh: JSR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar