Kamis, 02 Februari 2017

Musik Daul,Kesenian Asal Madura yang Terus dipelihara

Belajar dari Kaset, Cegah Anggotanya dari Pengaruh Miras

 

DAUL, jenis musik tradisional asal Madura ini tetap banyak penggemarnya. Tak hanya masyarakat Madura, masyarakat Bondowoso terus melestarikannya.  Sisi positif lainnya, musik yang khas dengan instrumen perkusi ini menekan kenakalan remaja.(WAWAN DWI SISWANTO)

PESERTA terahir dalam parade budaya SMPN 1 Tenggarang kemarin ada yang beda. Jika peserta lainnya menampilkan pakaian adat serta pertunjungan singo ulang, rombongan yang lumayan ini menyajukan musik daul. "Jangan pulang dulu peserta terakhir nanti ada musik daul," ujar Kepala SMPN 1 Tenggarang Triana Inharnani kepada Jawa Pos Radar Ijen.


Tak lama kemudian terlihat karena dorong dekorasi indah nan artistik. Karena itu tingginya sekityar tiga meter, lebarnya sekitar empat meter, dan dekorasinya ada gambar borong berwarna merah. "Lha itu daul nya datang," terangnya. Bagi orang belum tahu musik daul sepintas mengira adalah parade musik patrol.

Suara yang dihasilkanpun berbeda dengan musik patrol yang lebih banyak dihasilakn dari suara kentongan bambu. Tapi, lebih perkusi instrumental karena ada suara dari gong, kenong, gendang, rebana dan alat musik dari drum. Dari belakang kereta tampak masyarakat bergotong royong mendorong kereta tersebut. Usai acara Jawa Pos Radar Ijen pun berjumpa dengan Abdul Aziz dan Busir pengelola musik daul itu.
Pemuda Butuh Ekspresi, Beri Ruang dan Fasilitas

Abdul Aziz, warga Dusun Pakel, Desa Kesemek, Tenggarang mengatakan awal membuat daul ini dari masyarakat Kesemekyang mempunyai keahlian bermain musik Daul. "Jadi setip ada undangan main musik Daul, mereka ini menyewa," terangnya.

Dari situlah mereka kemudian membuat musik daul yang diberi nama Madrasah Diniyah (MD) Assyafii. "Namanya adalah nama sekolah, memang sengaja pakai itu agar pemainnya menjadi lebih baik lagi dalam beribadah," ujar Kepala MD Assyafii ini.

Aziz tahu betul bagaimana minat pemuda dengan musik Daul ini, bahkan saat membuat daul ini banyak pemuda desa yang ingin bergabung. "Tak hanya ingin membantu-bantu saja, mereka justru ingin jadi pemain musik Daul," jelaskan.

Karena terus-menerus dibina, pemuda yang berangkat dari buruh tani, pengangguran, dan suka minum minuman keras lambat laun meninggalkan kebiasaan buruknya.

Dia paham mengapa pemuda ini mabuk-mabukan karena saat malam tidak ada hal yang dilakukan dan tidak ada sesuatu yang ingin dicapai. Sehingga, lewat musiklah mereka berekspresi dan ingin tampil sdi depan umum. "Namanya pemuda harus paham, mereka ingin unjuk gigi sehingga perlu difasilitasi dan diarahkan yang benar," terangnya. Apalagi memakai nama MD Assyafii, membuat pemuda yang bermain musik daul tersebut merasa malu sendiri jika mabuk-mabukan usai  latihan atau pertunjukan. "Mereka ini sungkan mabuk-mabukan makanya, pakai nama sekolah diniyah ini," tambah Aziz.

Untuk biaya membuat satu set musik Daul beserta keretanya tidak murah, butuh biaya setidaknya Rp 50 juta. Sebab, patokan harga tersebut dari ahli pembuat daul di Madura. "Paling jelek di Madura itu harganya Rp50 juta. Tapi kami buat sendiri, ternyata jatuhnya lebih murah Rp 45 juta dan kerangkanya lebih kuat," imbuhnya.

Sementara, Busiri, pemain sekaligus pembina menjelaskan musik daul ini adalah musik khas yang berawal dari masyarakat Madura. Sepengetahuan dia, daul atau yang di sebut ul daul ini adalah kebiasaan warga madura untuk membangunkan saur. Jika, patrol menggunakn kentongan daul alat musiknya bermacam-macam. "Alat musik gamelan, rebana, dan ada juga drum adalah alat pengeras nelayan-nelayan.," tambah Busiri.

 Busiri mengaku memberikan ilmu musik tersebut lewat kaset musil daul dari Madura. Bahkan, kata dia, sempat mendtangkan guru daul dari Madura langsung tapi tiba-tiba tak mau saat melihat pemuda kesemek memain kan daul. "Pengajar daul dari Madura itu pulang karena dinilah sudah bisa dan tak perlu diajrkan lagi," ungkap Busiri.

Saat ini musik daul kian berkembang dan banyak diminati. Justru, kata dia, minat musik daul ini lebih tinggi di Solo dan sekitarmnya dari pada Bondowoso yang mayoritas suku Madura. Hikmah yang dapat di ambil musik daul ini adalah rasa identitas bangsa Indonesia yakni gotong royong. "Pemainnya 29 orang, saat pertunjukan tak sedikit warga ikut membantu mendorong kereta," umbuhnya. (wah) 



Sumber: Jawa Pos Radar Ijen, Jumat 11 November 2016


Ditulis Oleh: (Yn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar