Selasa, 14 Februari 2017
Dedikasi Rafi Cahyo untuk Dunia Kopi Bondowoso
Yakin Punya Punya Potensi Kopi, Sebelum Muncul Republik Kopi
RAFI Cahyo termasuk satu di antara anak-anak muda Bondowoso yang punya keahlian dalam menyeduh kopi. Tak hanya sebagai peracik kopi saja, dia juga membagikan ilmunya kepada barista-barista muda di kotanya. Sebelum ada Republik Kopi, dia paham jika kota kelahirannya ini punya potensi besar di dunia perkopian.
WAWAN DWI SISWANTO
TIGA anak muda siang itu berbincang-bincang serius di cafe siklus Bank Jatim. Dua laki-laki dan satu perempuan. Saat ada konsumen dua pria itu berdiri. Satu pria itu membuat espreso dengan cara manual brewing dan satu lagi memberikan nasehat dan memperhatikan rekannya yang membuat kopi itu. Orang yang memberi nasehat itu adalah Rafi Cahyo.
Dengan mengenakan kaos oblong warna hitam, Rafi menjelaskan alat-alat membuat kopi kepada Jawa Pos Radar Ijen. Ada french press, vietnam drip ada juga rok presso. Rafi pun menunjukkan alat pembuatan kopi espreso yang digunakan oleh rekannya itu. "Kalau ini untuk embuat espresso secara manual, tidak pakai mesin," ujarnya.
Nama Rafi Cahyo di kalangan barista Bondowoso memang tak asing. Ya, dia acap kali muncul diacara republik kopi Bondowoso. Terlebih lagi, dia memberikan pembelajaran barista-barista muda Bondowoso yang ingin belajar bagaimana meracik kopi ang mantap. Punya keahlian sebagai barista siapa adalah pekerja tambang batu bara di Kalimantan.
Iri Dengan Budaya Ngopi di Lamongan
Pria asal Pancoran tersebut bekerja di tambang batu bara sejak 2005 hingga skarang. "Sampai sekarang tetap bekerja di sana, tapi ini izin sakit. Karena, cedera saraf yang terjepit," paparnya. Dalam proses penyembuhan itu Rafi mencari kerja untuk mengisi waktunya. "Sebelum barista, dulu sales produk-produk," imbuhnya.
Kerja di jalanan dan menawarkan barang, Rafi mengenal potensi kopi di Sumber Wringin, Sukosari, dan Sempol yang kini jadi Kecamatan Ijen. "Sebelum ada republik kopi, saya yakin dengan kopi Bondowoso ini. Karena, sudah di ekspor," tambahnya. Sehingga, dia mulai browsing dimana temapat untuk belajar kopi. Akhirnya Rafi memutuskan untuk kursus singakt di Rumah Kopi Indonesia, Lamongan. Disana dia belajar, mendapatkan ilmu dan inspirasi untuk dibawa pulang ke Bondowoso. "Di Lamongan saja yanga tak punya tanaman kopi budaya ngopinya tinggi. Satu jalan saja bisa 15 warung kopi dan beberapa perputaran ekonomi warga setempat gara-gara ngopi saja," jelasnya.
Usai kursus Rafi kian semangat belajar dan beajar lagi menjadi barista. Dia pun juga makin semangat menjadi relasi kopi Bondowoso. Saat acara festival kopi nusantara di Kecamatan Ijen, saat itulah dia kenal dengan petani kopi Bondowoso. JIka ingin belajar menjadi barista Rafi pun membuka lebar-lebar bagi siapa saja yang datang. Bahkan, tak sedikit pemuda yang ngopi di sana membuat sendiri kopinya, karna sekaligus belajar.
Dia berharap untuk barista muda Bondowoso jangan berhenti sampai di situ saja, tapi terus mengasah skill. Jika ditanya memilih mana menjadi barista atau kerja batu bara. Pria 33 tahun ini menjawab barista, meski gaji di kalimantan hingga puluhan juta rupiah. "Saya ingin Bondowoso juga terkenal kopinya, karena Bondowoso punya tanaman koi seperti di Aceh dan daerah lainnya. Berkat kopi juga meningkat perekonomia masyarakat, tak hanya etani, pedagang, juga warung kopi pinggir jalan seklaipun," pungkas alumnus SMAN Tenggarang ini. (wah)
Sumber : Jawa Pos - Radar Ijen 13 Januari 2017
Ditulis kembali oleh : (er)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar