Senin, 06 Februari 2017

Penyuntengan, Tradisi warga Ramban Kulon Setelah Gugur Gunung

Selamatan di Tengah Sungai untuk Menjaga Mata Air


SEPEKAN setelah adanya perayaan gugur gunung di DESA RAMBAN Kulon, Cermee, ada proses yang bernama Panyuntengan. Tradisi ini adalah tradisi selamatan warga desa untuk menjaga mata air yang membuat daerah sekitar yang dahulunya tandus menjadi subur. ( SHOLIKHUL HUDA )

AWAL pekan lalu, warga Desa Ramban Kulon, Cermee melaksanakan selamat Gugur Gunung. Yakni acara selamatan desa yang berpusat di Komplek pesarean (makam, Red) Raden Imam Asy'ari. Di sebuah masjid dekat makam itulah warga mengadakan selamatan. Mereka membawa nampan yang berisi tumpeng. Saat itu warga berdoa untuk keselamatan desa dilanjutkan dengan tradisi ojung.

Sepekan acara itu, masih ada tradisi yang merupakan keberlanjutan tradisi Gugur Gunung, yakni tradisi Penyuntengan. Tradisi ini adalah tradisi selamatan yang titiknya di sumber mata air."Warga berdoa bersama-sama agar sumber mata air itu tetap terjaga dan bisa memberi barokah kepada seluruh warga diRamban Kulon dan sekitarnya," ujar Andre Mustafa, warga Dusun Krajan III, Desa Ramban Kulon.

Kegiatan itu dilaksanakan awak pekan lalu (14/11). Koordinatornya adalah Fathor Rahman, Juru Kunci Makam Raden Imam Asy'ari. Kegiatan awal, warga membaawa nasi tumpeng dan nasi berkatan. Ada beberapa titik yang menjadi kunjungan sebelum akhirnya melakukan selamatan di sungai.



Dulu Tandus,Kini Subur

Awal kali warga berkumpul di komleks penakaman Raden Imam Asy'ari. Di sana mereka kirim membaca doa dikhususkan bagi para pembabat wilayah tersebut dan para penyebar agama Islam. Selain itu juga untuk keselamatan daerah sekitar.

Selanjutnya dilanjutkan dengan zairah ke Makam Sayyid Abu Hasan alias Bujuk Be'eji yang berlokasi di kompleks pemakaman umum RT 10. Titik ini hanya berjarak sekitar 100 meter dari Pesarean Raden Imam Asy'ari.

Barulah berikutnya rombongan warga ini menuju dua sumber mata air. Pertama adalah Sendang Paddengan dan Sendang Taman. Menurut cerita para tetua desa, dahulu kala wilayah yang saat ini bernama Desa Ramban Kulon itu adalah daerah tandus dan kering. Pad saat Raden Imam Asy'ari datang ke wilayah ini, warga masyarakat meminta kepada Raden Imam Asy'ari dan kesuburan pada desa ini.

Kemudian Raden Imam Asyari bertapa dan berdoa. Doa tersebut dikabulkan dengan turunya hujan yang sangat deras. Bahkan kemudian muncul dua sumber yang tidak pernah kering hingga hari ini."Yakni Sedang paddegan dan Sedang Taman," jelas Andre.

Bahkan menurut beberapa cerita para sesepuh desa, sebab melimpahnya air di wilayah ini, daerah ini layaknya rawa yang dalam Bahasa Madura disebut Rabe. Dan kemudian dinamakanlah wilayah ini sebagai Ramben atau Ramban. Nama inilah yang kemudian secara administratif dibagi menjadi dua desa yaitu Ramban Kulon dan Ramban Wetan.

Andre menambahkan, berdasarkan cerita, Raden Imam Asy'ari adalah tokoh yang dipercayai warga sebagai pembabat tanah desa Ramban Kulon dan Ramban Wetan. Asalnya dari Demak Bintoro dan menyebarkan Islam di daerah tersebut."Konon katanya di beberapa situs sotengan atau sendang itulah awal kali Raden Imam Asy'ari memulai dakwahnya," jelasnya.

Dia meninggal di tengah sungai yang melintasi desa. Berdasarkan cerita rakyat, disitulah Raden Imam meninggal. Dia dibunuh saat melakukan salat. Di tengah sungai tersebut. Memang di tengah sungai itu ada daratan sehingga di titik itulah warga melakukan selamatan. Mereka memanjatkan doa untuk keselamatan desa sembari melakukan napak tilas.

Memang selain berdoa, tujuan kegiatan itu adalah sebagai napak tilas. Dimana warga desa mengajak untuk mengenang cerita agar tetap hidup di dalam masyarakat. Sehingga anak cucunya nanti bisa juga tahu dan bisa menjaga sumber mata air di daerah tersebut. (wah)

Sumber: Jawa Pos Radar Ijen 18 November 2016
Ditulisoleh: JRS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar