Senin, 06 Februari 2017

Ketika Gusdurian bondowoso memperingati Hari Toleransi internasional


Undang tokoh lintas agama dan Putar Film Toleransi

Hari toleransi international yang jatuh pada 16 November diperingati komunitas tersebut membuat acara nonton bareng dan kongkow-kongkow bersama para tokoh lintas agama.


KAMPUS akademi Komunitas di jalan Wahid hasyim bondowoso rabu malam terlihat ramai. Banyak moor dan mobil yang dikendarai anak anak muda masuk diarea halaman kampus tersebut. Mereka ingin bergabung bersama komunitas Gusdurian  Bondowoso untuk memperingati hari toleransi international

dalam forum itu ada forum kerukunan Generasii Muda Antar umar beragama (Forkuguma) , pemuda gereja, tokoh  Gereja Katolik Indonesia, pengurus PC NU Bondowo0sodan masih banyak lainnya. Mereka nimbrung bareng menjadi stu kesatuan Indonesia raya.

Ketua Gusdurian Bondowoso daris Wibosono mengungkapkan, kegiatan peringatan hari toleransi international adalah bagian dari perjuangan jaringan Gusdurian Indonesia  (JGD) untuk mewujudkan cita-cita bersama agar setiap warga negara di Indonesia diperlakukan setara tanpa dikriminasi, peringatan hari toleransi international ini sudah ditetapkan PBB mulai 1995 lalu,, dan kami meneruskan peringatan tersebut," ungkapnya.



Agama Berbeda namunBisa Hidup Berdampingan


Dijelaskan, peringatan itu juga sekaligus mengingatkan semua pihak  bahwa toleransi adalah sikap aktif untuk mewujudkan kesetaraan dalam perbedaan. menurutnya rtoleransi bukan hanya saat seorang merasa kasiahan jika melihat orang yang lemah, namun toleransi itu kewaiban untuk menolong orang yangtertindas. " Jadi mewujudkan kesetaraan dalam berbeda baik suku, agama, bahasa maupun etnisitis," tegasnya.

Dewasa ini, p[ihaknya sangat prihatin ketika da yang mencoba mencendrai keberagamanb. Sebab selama orde baru, yakni selama 32 tahun dari kemerdekaan Indonesia pada 1945, ada kecendrungan keseragaman masyarakat. namun ketika menginjak era reformasi, para jaringan gusdurian Bondowoso ini sempat ilfil ketika melihat seseorang yang berbeda, namun ditanggapi terlalu lebay dalam bersikap. "seperti aksi 4 Nopemberlalu bagi kami terlalu berlebihan sebab ada tulisan mencium bau surga dijakarta lah, ada yang berjihad dan bayak lagi, menurutkami itu berlebihan, tegasnya.

Menurutnya, toleransi diindonesia saat dewasa ini sudah mulai turun. Dia melihat adanya dua hal yang menyebabkan toleransi ini menurun yakni banyaknya toleransi dan lemahnya supremasi hukum. "jadi kami ingin mengunggah masyarakat agar meningkatkan rasa toleransi, sebab keutuhan NKRI ini karena mengunjungi tinggi toleransi," tegasnya.

Para pegiat komunitas Gusdureian ini menegaskan, keragamnan masyarakat di Bondowoso akan terus terjaga ketika ada keterbukaan. Sehingga mealui komunitas Gusdurian ini, ada jembatan ini, ada jembatan penghubung para pemuda dari lintas agama. "kami sering berdiskusi tentang nasionalisme oleh para tokoh agama di Bondowoso., dan pemikiran kami sama, yakni NKRI harga mati," tegasnya.

Sementara Jefry Sytrisna, salah seorang pegiat Pemuda Gereja, mengatakan, peringatan hari toleransi International itu sangat nmenarik. sebab didalamnya banyak komunitas yang membaur. Mereka berdiskusi sampai nonton bareng film topleransi yangn berjudul Cahaya dari Timur "Walaupun kegiatanya sederhana menurut saya cukup mengena apalagi untuk pemuda memang jarang ada kegiatan bersama," jelasnya.

sebagai pegiat pemuida Gereja di Gereja Kristen Indonesia Bondowoso, pihaknya sangat jarang menemukan forum pertemuan yang melibatkan pemuda antar agama, kedepan pihaknya berharap pertemuan itu punya tujuanjelas, yakni menyatukan berbagai perbedaan yang ada di Indonesia dalam bingkai Negara kesatuan Repuplik Indonesia (NKRI).

Jefri menilai saat ini menag toleransi semakin memundur dengan adanya acara seperti itu, akhirnya pikiran kami kembali refresh. menariknya didalmnya ada nyanyi-nyanyi barteng dan ada diskusi keakraban. kami merasa , para komunitas Gusdurian ini sangat welcome. Mulai Komunitas gusdurian, pemuda Pancasila, sewmuanya tidak ada jarak " Walaupun sebelumnya sudah pernah kenal namun saat ini sudah sangat akrab," pungkasnya.

Acara malam itu ditutp dengan nonton bareng film berjudul Cahaya dari timur. Film yang dibintangi Chicco Jericho yang menjadi sani Twainella ingin menyelamatkan anak-anak di kampungnya dari konflik agama yang terjadi di Ambon melalui sepak bola. Di tengah kesulitan hidup serta pilihan antara keluarga atau tim sepak bola nya, sani ditugaskan membawa timnya mewakili Mluku di kejuaraan nasional. Disitu tersirat sebuah toleransi yang sangat tinggi, di mana agama yang berbeda bisa hidup berdampingan(wah)


Sumber: Jawa Pos Radar Ijen, 17 November 2016

Ditulis Oleh(Rs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar