Musim Hujan Harus Berangakt Subuh Agar Tidak Telat
BAGI anak-anak di Desa Sumbe Rejo, Kecamatan Ijen butuh perjuangan tersendiri untuk sampai ke sekolah. Mereka harus berjalan berkilo-kilo meter melintasi jalan berbatu dan berdebu.(Wawan Dwi Siswanto)KECAMATAN Ijen menjadi daerah paling tinggi dan paling sejuk di Bondowoso. Dengan ketinggian rata-rata 1500 Mdpl, Kecamatan Ijen jadi lokasi peristirahatan terakhir wisatawan domestik hingga mancanegara sebelum mendaki ke Kawah Ijen.
Dinginnya Kecamatan Ijen tak menjadi halangan warga setempat tak bekerja. Sebelum matahari terbit, mereka berangkat ke kebun kopi dan kembali pulang di siang hari.
Berharap Ada Perhatian untuk Akses Jalan
Semangat kerja itu rasanya ditularkan ke anak-anak mereka yang setiap pagi begitu semangat berangkat sekolah. Ada yang berjalan kaki bersama-sama, ada pula yang naik truk.Semangat sekolah tersebut pun juga tetap ada di dada para pelajar SD di Desa Sumber Rejo, Kecamatan Ijen itu. Jarak Desa Sumber Rejo dengan kantor kecamatan pun sekitar 15 Km. Tak langsung mulus beraspal, tapi setelah Watul Capil akan berjumpa dengan jalan makadam. "Untuk berjalan poros dari Watu Capil ke Sumberrejo itu sekitar 10 kilometer hingga 8 kilometer. Itu belum lagi masuk ke dusun-dusun," ata Hari Prasetiawan Kades Sumberrejo itu.
Sumberrejo terbagi menjadi enam dusun, diantaranya Dusun Sumber Rejo, Gunung Blawu Wetan, Gunung Blawu Kulon, Giri Mulyo, Kampung Lima LOr, dan Kampung Lima Kidul. "Cuma satu saja SD di Sumber Rejo, ya SDN 1 Sumber Rejo," katanya.
Hari mengatakan rata-rata jarak dusun ke desa itu 2,5 kilometer sehingga bisa dikatakan pelajar SDN 1 Sumberrejo itu setiap hari berjalan sejauh 5 Kilometer. Jalan yang ditempuhnya pun tak semulus dikota, beraspal atau berpaving. Mereka menembus jalan makadan dan tentu jarang ada kendaraan yang melintas.
Sebagai kades muda, ada juga kendala putus sekolah anak-anak setempat. Bukan, karena faktor ekonomi ataupun semangat belajar mereka. Tapi akses jalan yang terlalu jauh, membuat pelajar lambat laun ada rasa patah semangat. "Kalau masalah ekonomi warga disini banyak yang mampu. Mereka tak sekolah itu bukan karena membantu orang tua kerja di kebun atau apa. Tapi, akses jalannya," ujarnya.
Apalagi saat musim hujan seperti ini, harus jalan ekstra dan berangkat subuh agar tak telat. Hari menjelaskan untuk guru SDN 1 Sumberrejo pun juga harus menempuh perjalanan jauh pula. "Gurunya rata-rata dari bawah tidak dari desa sini. Jadi kadang guru ya telat, itu kami maklumi," imbuhnya.
Solusi untuk memperpendek jarak berjalan kaki pun ada sebagaian pelajar naik motor. Tapi tentu, menurut Hari itu bahaya. Apalagi, mereka masih SD dan jalannya makadam. Sementara, mereka rata-rata merewka yang putus sekolah karena jarak itu, orang tuanya memondokan ke ponpes. "Ada yang mondok di Sukorasi, atau pun Sumber Wringin. Tapi ya begitu, setelah pulang mereka rasanya tak membawa ijazah," ungkapnya. Belum lagi saat meneruskan ke SMP. Mereka terus turun ke Desa Sempol, karena tak ada sekolah lain yang terdekat.
Masalah akses jalan itu perlu tenaga ekstra pernah disampaikan Hari saat kunjungan kerja (kunker) Bupati di Resi Gudang Kopi, Sumber Wringin. Dia berharap akses jalan itu ada perahtian untuk dibangun. (wah)
Sumber : Jawa Pos Radar Ijen, 17 Februari 2017
Disalin Kembali Oleh :(Yn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar