Rabu, 08 Februari 2017

Semangat Fika Wulandari menjadi Guru TK LB

Bisa Baca WA, Berharap Guru Update Teknologi

  

     Menjadi difabel Tuna Netra bukan menjadi penghalang bagi Fika Wulandari untuk mengabdikan diri di dunia pendidikan. Guru TK LB Bondowoso ini tak ingin, difabel tak dipandang sebelah mata dan berharap semua guru terus belajar serta update teknologi.

    JIKA boleh memilih, Fika Wulandari tak ingin jadi tuna netra. Tapi, perempuan asal Desa Taal, Tapen tersebut masih beruntung pernah melihat pohon, rumah, hingga kedua orang tuanya. Ya, Fika memang bukan tuna netra sejak lahir, tapin dia mengalami kebutaan total di usia belasan tahun.

    Fika kecil seperti anak-anak pada umumnya, bermain, berlari, dan bersekolah. Tapi saat duduk di bangku SD atau berusia 9 tahun ada tanda-tanda yang tenang di matanya.


Tak Ingin Memberatkan Orang Lain


    "Waktu itu mata saya merah terus, dikasih obat gak sembuh-sembuh," ungkapnya. Kedua, orang tuanya pun membawa anak bungsunya ITU hingga ke RSUD dr Soetomo, Surabaya. Prediksi dokter, Fika akan mengalami kebutaan di usia belasan tahun. Kabar tersebut sudah pasti membuat orang tua Fika syok berat.

    "Kalau saya ya tidak stress, karena waktu itu masih kecil gak tahu apa-apa. Mungkin orang tua yang syok berat dan tak ingin anaknya mengalami kebutaan," ujarnya. Diketahui Fika mengalami glukoma sehingga terjadi pengerasan bola mata.

    Tanda-tanda kebutaan dialami Fika adalah matanya minus, bahkan memakai kacamata pun tak bisa membantu penglihatannya. "Sampai waktu kecil pakai kacamata paling tebal," ungkapnya. Dari penurunan daya lihat hingga buta total membuat Fika putus sekolah. Dia yang biasanya bermain di luar rumahan tak pernah keluar rumah. "Saya tak thu teman-teman waktu kecil menjauhi saya apa tidak saat buta dulu. Setahu saya jarang bermain dengan teman-teman ya ke karena saya tak bisa bermain di luar," terangnya.

    Kemungkinan Fika tak sekolah hingga empat tahun, karena orang tuanya masih ingin anak bungsunya sekolah di sekolah umum. "Mungkin orang tak mau anaknya disekolahkan ke SLB," terangnya. Sejak masuk sekolah difabel tersebut, Fika berprestasi di bidang cipta baca puisi, mulai 2009 hingga 2011. Prestasi terbaiknya adalah runner up lomba cipta baca puisi tingkat Nasional dengan judulnya 'kembalikan damaiku'.

    Lulus SMA Fika pun memilih berkarir di dunia pendidikan khusunya mengajar tuna netra. "Teman-teman sesama tuna netra banyak yang terjun ke dunia musik. Tapi saya ingin mengajar saja, seperti guru-guru tuna netra lainny6a," paparnya. Karena dia ingin, difabel bisa mengembangkan potensi agar tak dipandang sebelah mata oleh masyarakat serta tak selamanya di diskriminasi.

    Semangat Fika untuk bangkit adalah setidaknya tidak terlalu tergantung pada orang lain dan membantu kedua orang tu. "Sebagi tuna netra tak tergantung dengan orang lain itu juga mustahil. Tapi setidaknya tidak memberatkan orang lain," paparnya.

    Bagi Fika yang baru saja menikah tahun kemarin dan baru dikaruniai satu anak tersebut, ingin semua guru ini lebih telaten mengajar ke murid-muridnya. Peringatan hari Guru yang jatuh 25 November kemarin, dia ingin sebagi guru itu terus uptade dengan perkembangan jaman termasuk teknologi handphone. "Kalau zaman sekarang sudah banyak murid ini lebih pintar dari guru," ujarnya.

    Sebagai guru tuna netra pun, Fika tak mau kalah dengan perkembangan teknologi. Meski, tak bisa melihat  jangan salah Fika bisa mengirim sms, telpo, bahkan WA. "Ada aplikasinya, untuk membacakan pesan teks di handphone symbian dan android bisa," ujarnya. (wah)



Sumber : Jawa Pos - Radar Ijen Senin, 28 November 2016
Ditulis kembali oleh : (IS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar